Sumber gambar : Narasumber Yulismar
Sumber gambar : Narasumber Yulismar
MATERI II : MENULIS
CERITA ANAK
Membaca sebuah cerita, tentulah ada unsur-unsur yang
terkandung dalam cerita tersebut. Ada dua unsur yang terkadandung dalam sebuah
cerita yaitu “instrinsik dan ekstrinsik”.
Apa itu Intrinsik dan ekstrinsik ?
Instrinsik adalah unsur-unsur yang ada di dalam
batang tubuh karya sastra. Tanpa adanya unsur instrinsik, suatu karya sastra
tidak akan berbentuk secara baik. Unsur instrinsik adalah fondasi dasar sebuah
karya dalam cerita. Unsur Instrinsik merupakan sebuah bangunan. Jika
dianalogikan sebagai bagian dari rumah maka unsur intrinsuk berupa Jendela,
pintu, lantai, atap, jadi unsur intrinsik adalah unsur yang membangun sebuah
cerita dari dalam cerita itu sendiri.
Yang termasuk dalam unsur intrinsik di antaranya adalah
;
- tema
- tokoh
- karakter
- alur
- latar
- gaya bahasa
- sudut pandang
- amanat.
Sumber gambar : Narasumber Yulismar
Ekstrinsik adalah unsur-unsur atau faktor-faktor
yang terdapat di luar suatu karya atau cerita yang dituliskan yang
memperngaruhi kelahiran dan keberadaan suatu karya sastra dan mempermudah
memahami karya tersebut. Biasanya kedua unsur tersebut terdapat dalam sebuah
cerita di mana seorang penulis akan menyisipkan unsur-unsur yang ada ke dalam
sebuah cerita baik secara eksplisit ataupun inplisit, baik secara tersurat
ataupun tersirat ke dalam sebuah cerita. Bagi guru bahasa Indonesia istilah ini
bukanlah hal yang asing lagi dan sudah sangat familiar dalam sebuah cerita yang
dibangun. Unsur ekstrinsik adalah unsur yang melatarbelakangi mengapa sebuah
cerita lahir. Mengapa ada film khayal, Mengapa ada Laskar Pelangi, Guru Aini
dan sebagainya. Tentu ada yang melatarbelakangi salah satunya sebagian latar
belakang itu disebabkan oleh faktor sosial, ekonomi, budaya, agama, hukum,
keadilan, dan sebagainya.
Yang termasuk dalam unsur ekstrinsik di antaranya
adalah ;
- agama
- hukum
- sosial
- budaya
- politik
- dan lain-lain
Sumber gambar : Narasumber Yulismar
Dalam materi ini seorang bunda “yulismar” sebelum
menulis menentukan terlebih dahulu unsur ekstrinsik ataupun instrinsik pada
sebuah cerita yang akan dibangun. Ia mencoba dengan menggunakan filosofi ala
Uni YSS. Secara filosofi Uni artinya Kakak. Kakak itu sifatnya mengayomi,
melindungi, membuat adiknya senang, dan tidak menyulitkan. Sedang YSS adalah
panggilan nama saya di Facebook yaitu “Yuli selalu Smart”. Panggilan ini
nantinya akan saya bawakan ke teknik menulis cerita.
Bagaimana Kakak, bagaimana seorang guru, seorang coach tentu akan selalu berusaha mencari
hal-hal yang bisa memudahkan para peserta didiknya untuk bisa menulis dengan
mudah. Secara teknis dalam penulisan ini adalah akronim dari unsur intrinsik
sedangkan YSS adalah singkatan dari yang saya suka. Jadi menulis cerita anak
ini berbasis pada unsur intrinsik yang saya suka. Mengapa ? ya, karena ini yang saya rancang,
maka ini karakter tokoh yang saya suka. Apa amanat yang ingin disampaikan? Apa
temanya ? Jadi itulah maka dinamakan menulis cerita anak ala uni YSS.
PERTANYAAN DAN JAWABAN
Bagaimana cara kita membangun dua unsur
tersebut dalam sebuah cerita agar hidup. Misalkan ekstrinsik kita mengangkat
tentang agama (ekstrinsik) dan instrinsiknya tokoh anak kedalam karakter
(intrinsik) agar cerita lebih menarik misalnya mendapatkan sepatu baru dari
ayah.
Membuat unsur ekstrinsiknya terlebih dahulu yang
berbasiskan agama atau umum. Jadi seandainya berbasis agama maka latar belakang
agama perlu juga disampaikan. Misalkan sepatu dari ayah ini adalah sebuah
hadiah. Tetapi bukan hanya sekadar hadiah dari ayah, tetapi juga merupakan hadiah
dari Allah dan tentu saja dengan mendekatkan tulisan kepada nilai-nilai Agama,
apakah itu hadis atau ayat yang ada dalam Alquran. Boleh saja misalkan kita
mengangkat tema agama dalam cerita lebih menarik. Jadi jika ingin menuliskan
berdasar agama, unsur agama perlu ditampilkan sedikit, jangan terlalu banyak
baik mengenai hadist atau firman Allah sejalan dengan rezeki.
Untuk penokohan, berapa tokoh yang boleh ada
dalam cerita anak tersebut Bunda?
Syarat lomba ini sebanyak 7 sampai 10 halaman dan
bukan berbentuk novel. Bisa saja tokoh yang dibangun tergantung kepada cerita
yang akan dibawakan, bisa saja lebih dari satu, dua, tiga, atau empat tokoh. Jadi
banyak tokoh dalam cerita tidak ditetapkan, tidak ada aturannya. Kalau bisa
buatlah lebih menarik. Jadi tidak ada batasan dalam dalam sebuah cerita
terhadap berapa banyak tokoh.
Dalam cerita anak berapa kira-kira tokoh
yang harus ada?
Banyak tokoh dalam cerita tidak ada ketentuan,
tidak ada kepastian kecuali dalam cerpen. Karena dalm cerpen itu cerita pendek
maka semuanya minimalis. Mulai dari banyak tokoh, durasi waktu, permasalahan
juga semua minimal. Jadi semua minimal.
Jika ingin mengupas tentang corona. Sad
ending, jika pesan moralnya ceroboh berakibat pd kematian. Apakah dibolehkan
atau cerita anak harus happy ending saja
Mengupas tentang corona di sini, mungkin ada kiat. Sad ending bukan pada tokoh utama,
tetapi ada sebuah objek yang kita jadikan sebagai contoh tentang kecerobohan
tersebut. Kemudian sang tokoh utama, mungkin selama ini lalai, tidak
mengindahkan peraturan. Dia bisa bermain dari keadaan tersebut. Apakah, itu
dialami oleh temannya atau orang tua temannya. yang jelas di dalam kriteria
penilaian di dalam syarat-syarat yang telah dicantumkan oleh juri. Jadi saya
tidak berani untuk menjawab Apakah ini diperbolehkan atau tidak. Tapi saran
saya, jika berakhir dengan kematian bukan berarti harus sad ending, bisa saja itu sebuah pencerahan bagi sang tokoh utama
misalnya : mungkin itu kado terindah dari Allah untuk Nando, untuk menyadarkan
betapa pentingnya menggunakan masker menghindari atau tempat-tempat keramaian.
Jika mengambil dari pengalaman masa kecil, bagaimana cara mengidentifikasi bahwa ini
masuk ke unsur agama, budaya. Sementara sebagai pemula masih awam
Jadi ekstrinsik tidak perlu dicontohkan, jangan miss harus dicantumkan. Apakah ini ekstrinsik
budaya, agama, sosial, ataupun budaya. Tidak perlu dicantumkan. Itu hanya
secara eksplisit saja dan itu tidak ada dalam penilaian. Bagaimana cara
mengubah pengalaman anda tersebut menjadi sebuah fiksi. Pengalaman masa kecil,
tentu akan menjadi biografi yang termasuk dalam prosa nonfiksi. Agar bisa menjadi fiksi, kita berikan sedikit
trik-trik atau kita rekayasa. Misalkan nama tokoh diubah, tempat diubah,
settingannya diubah. Apakah penggunaan nama tokoh jangan nama asli, semua kita
rekayasa maka ia akan menjadi sebuah karangan fiksi.
Kalau cerita masa kecil. Judulnya : “Aku
Menangis bukan karena sakit” bagaimana ?
Pengalaman bisa diangkat menjadi karangan fiksi
dengan cara merekayasa atau mengubah nama-nama tokoh yang ada.
Apakah cerita anak endingnya wajib happy
Dunia anak adalah dunia bermain, sebenarnya bukan
cerita itu happy atau sad, sedih atau gembira tidak perlu
mematikan pelaku utama dari cerita, karena kita akan menyampaikan amanat yang
membuat anak sadar terhadap sesuatu kejadian. Jadi kalau membuat cerita sedih,
jadikan itu sebagai pengalaman bagi anak agar ia tidak melakukan hal yang sama.
Mendidik anak dengan cara bercerita itu pesan yang disampaikan lebih cepat
masuknya daripada kita menasehati. Mau wajib atau tidaknya tergantung pada
tokoh. Sekarang kita jadi sutradara atau Tuhan dalam sebuah cerita yang
dituliskan. Kalau ingin menyampaikan amanat kepada anak tentu tokoh utama tidak
kita matikan, kita berikan contoh satu yang mati, satu yang nggak, jadi bisa
mengambil hikmah dari itu semua kekecewaannya, jadi ada disitu amanat yang
tersirat.
Boleh beri contoh penggalan cerita anak yang
menggabungkan unsur ekstrinsik dan instrinsik sehingga cerita menjadi hidup dan
menarik untuk dibaca?
Bagaimana cara menggabungkan unsur ekstrinsik dan intrinsik
akan tampak secara intensif dalam sebuah cerita yang dibangun. Unsur sosial,
unsur agama, dan lainnya akan terlihat dari kalimat yang disampaikan oleh
penulis.
contoh :
“Kok belum
salat nak?, Ayo salat,” Ibu mengingatkan Nando yang masih asyik bermain game.
“Bentar lagi,
Bu.” ucapnya
“Eh Nando!
Jangan gitu dong, ayo salat!”
Dialog di atas secara koneksi sudah menampakkan ada
pesan-pesan agama yang disampaikan secara tersirat. Jadi tidak harus
dicantumkan atau dijelaskan.
Apakah amanat ataupun pesan-pesan edukasi
harus ditampilkan dengan lugas atau hanya tersirat saja dalam cerita. Apakah
harus diakhir bunda
Amanat dalam sebuah cerita, ada yang disampaikan
dengan cara evaluasi di akhir cerita. Dari cerita tersebut, kita dapat
mengambil hikmah blablabla seperti itu, kemudian ada juga yang disampaikan secara
implisit atau secara tersirat dalam penulisannya. Pembaca bisa mengambil
hikmahnya atau mengambil amanat. Tetapi untuk
cerita anak kelas 1 ataupun 2 SD sebaiknya harus dicantumkan secara jelas apa
saja dampak atau akibat yang akan diterima, jika tidak melakukan seperti hal
yang dianjurkan di dalam cerita tersebut.
Coba ceritakan cerita sepeda dari presiden tersebut
terkait unsur-unsur yang terkandung dalam cerita baik ekstrinsik maupun intrinsik
Sepeda dari Presiden merupakan cerita kumpulan
cerpen. Karena ketika tahun 2018, masih diperbolehkan menulis kumpulan cerpen
maka salah satu cerita andalan judul “sepeda dari Presiden” diambil. Di situ
unsur ekstrinsiknya tentang keberanian seorang anak, tapi kan kita tidak
mencantumkan unsur ekstrinsik dalam cerita tersebut. Jadi ketika Weni berkirim
surat kepada Presiden. “Kepada siapa surat yang ditujukan yaitu kepada Pak
Presiden Bu. Jadi jawabannya jangan malu-malu. Nah jawaban tersbut di dalamnya ada unsur ekstrinsiknya. Kalau
sekarang bully secara verbal yang dijadikan
kata-kata dan di sini menunjukkan keberanian Weni. Tidak nampak jelas bahwa
antara unsur eksprinsif dan intrinsif yang tidak dibunyikan secara jelas,
Tetapi dia tersirat saja. Jadi ini adalah keberanian seorang siswa mengirimkan
surat kepada presiden.
Bahasa yang digunakan dalam dialog apakah
bahasa baku atau boleh bahasa tidak baku. Misalnya jangan dong, nggak apa-apa?
Menggunakan bahasa Indonesia sebaiknya yang baik,
benar, dan efektif. Ketiga kata tersebut menekankan dalam penggunaan apa itu Bahasa
Indonesia yang baik, apa itu bahasa Indonesia yang benar, dan apa itu bahasa
Indonesia itu yang efektif. Ketiga hal tersebut bahasa baku dan tidak kalah menariknya
bahasa tersebut walaupun di dalam karangan fiksi diperbolehkan untuk bebas
menggunakannya tetapi di sini sesuai dengan yang di imbau dalam aturan
penulisan.
Gaya bahasa yang digunakan untuk cernak
tentu berbeda dengan cerpen, ya Kak.
Sesuai dengan usia mereka. Lalu bolehkah kita menggunakan bahasa daerah
dalam membuat cernak, Kak?
Mengenai gaya bahasa yang dipakai dalam cerita anak
sama dengan cerita cerpen. Tetapi disesuaikan dengan usia anak. Anak itu
usianya masih lugu, mungkin dia tidak bisa dengan bahasa yang berkelok-kelok atau
berliku-liku. Dia tidak bisa memahami, mungkin dengan itu dia lebih memahami
dengan bahasa yang sangat sederhana.
Apakah boleh menggunakan bahasa daerah ?
Kalau menggunakan bahasa daerah harus ada keterangan
di dalam kurung atau di bawah sebagai catatan kaki, agar anak mengerti maksud
dari bahasa daerah tersebut. Tidak banyak menggunakan bahasa daerah dengan
memberikan tulisan di dalam kurung saja atau memberikan kata daerah seperti
jerambah atau lainnya dengan memberikan di dalam kurung penjelasan atau dibuat
dengan garis dimiringkan. Jika kata-kata daerah tersebut tidak bisa digantikan
dengan bahasa Indonesia, maka diperbolehkan dituliskan. Jika itu belum terdapat
di dalam bahasa Indonesia mungkin hanya di bahasa Banjar, silakan untuk
memberikan arti, tapi kalau masih ada di dalam bahasa Indonesia maka wajib
menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
Referensi :
Sumber tulisan narasumber : Yulismar
Komentar