Alhamdullillah group Workshop Perlindungan Guru (WPG) Tahap III sangat aktif dalam diskusi online sejak diadakan berbagai diskusi dengan tema yang berbeda-beda. Group yang bertujuan saling berbagi dan menghebatkan ini tak pernha berhenti belajar.
Seperti malam ini berbagi ilmu dengan narasumber yang sudah dikenal di Media Guru Indonesia (MGI) "Istiqomah, S.Pd.,
M.Pd" dengan mengangkat tema "Menulis Cerpen dan Novel" dengan moderator Pipit yang berasal dari peserta dikdas perlindungan guru. Berikut paparan materi dan tanya jawab diskusi online via WA.
1. PENENTUAN
TEMA DAN TOPIK.
Pilih tema dan topik yang menarik. Menarik bagi penulis juga
pembaca.
Sejatinya, nyaris semua tema dalam kehidupan sudah diangkat dalam
film, novel, cerpen, drama, dll. Yang membedakan adalah TOPIKNYA.
Contoh:
a.
Novel Ayat-ayat Cinta, temanya adalah CINTA SEGI
TIGA (POLIGAMI). Yang membedakan dengan cerita-cerita sebelum novel ini terbit
adalah topiknya bahwa poligami atas persetujuan istri pertama jadi indah.
b.
Novel MENANTU UNTUK IBU (Dulu dicetak penerbit
mayor 5000 eks terjual di toko cuma 3000-an, alhamdulillah saya jual online
bisa terjual lebih dari itu. Novel ini mengangkat tentang anak haram. Tema
anak haram, topiknya adalah anak haram menjadi baik atau tidak baik, tergantung
dari masyarakat. Nah, jadi, tema itu luas. Topik mengerucut pada pandangan
penulis tentang tema tersebut.
Kalau mau novel atau cerpen kita keren, kita bisa ambil tema
apa saja. Misalnya: jatuh cinta, patah
hati, poligami, tetapi ambillah topik yang beda. Biasanya dengan memandang tema
tersebut dari sudut pandang yang berbeda, penyelesaian cerita yang berbeda dari
pandangan masyarakat umum atau ending yang
tidak mudah diduga orang lain.
2.
PENULISAN
NARASI DALAM CERPEN
Naskah novel, memoar, atau cerpen yang nyaris semuanya
berwujud DIALOG atau sebaliknya cuma narasi. Akibatnya, ceritanya melelahkan
dan tidak menarik. Karena itu, untuk tulisan model seperti ini, termasuk juga
biografi, memoar, dan dongeng setidaknya harus disajikan TIGA HAL yaitu: (a)
setting, (b) dialog, dan (c) tindakan.
a.
Setting
Setting waktu,
tempat, dan suasana itu penting banget.
Kita lihat contoh penggalan novel berikut:
Mari kita cermati contoh kutipan naskah
berikut ini.
“Ayah, nanti pulang kantor
antar bunda ke super market, ya?”
“Wah, ayah tidak bisa ada
rapat.”
“Rapat apalagi?”
“Biasa rapat awal bulan.”
“Bukannya kemarin sudah
rapat?” tanya istriku lagi.
“Ya namanya juga pekerjaan
kantor harus hati-hati.”
“Jadi bunda sama siapa dong
ke supermarket.”
“Besok saja ayah antar.”
“Harus hari ini, Ayah. Dinda minta dibuatkan sandwich.”
Bayangkan kalau sebuah novel setebal 100 halaman, 90% nya
berisi dialog seperti itu? Apa yang terjadi? Kita seperti melihat dua orang
sedang berbincag-bincang di depan kita. Mungkin berdiri, mungkin duduk. Dan di
ruangan itu tidak ada apa-apanya sama sekali. Kapan waktunya pun gak jelas.
GARING banget!
Sekarang mari kita coba untuk menambahkan dialog di atas
dengan seting tempat, setting waktu, dan setting suasana.
1)
Seting tempat yang saya tambahkan adalah: sebuah
ruang makan. Ada meja makan. Ada sajian makanan. Ada AC yang dinyalakan.
2)
Seting waktunya: pagi hari, sebelum berangkat
kantor.
3)
Seting suasananya: awalnya penuh kehangatan
kemudian menjadi sedikit panas karena sang istri mulai curiga pada perilaku
suaminya.
Naskah novel di atas.
Pagi itu, seperti biasa istriku telah
menyiapkan sarapan pagi. Sepiring ayam kampung goreng, plus pecel dengan sayur
daun kenikir kesukaanku benar-benar menggoda selera makanku. Istriku memang
jago kalau soal makanan.
Kuambil sepiring nasi, sepotong paha ayam, dan
sayur daun kenikir. Belum sempat aku memasukkan suapan pertama, Niar, istriku
mulai mengajakku berbincang-bincang.
“Ayah, nanti pulang kantor antar bunda ke
super market, ya?” katanya sambil menuangkan air putih ke dalam gelas.
“Wah ayah tidak bisa ada rapat,” jawabku
spontan. Kuingat kemarin aku sudah janji mau menemui Dewi. Janji yang tak
mungkin kubatalkan.
“Rapat apalagi?” tanya Niar. Suaranya
biasa-biasa saja. Tapi aku merasa Niar sedang menginterogasiku. Apakah dia
mulai mencurigaiku?
“Biasa rapat awal bulan,” jawabku sambil
mencoba menenangkan diri. Entah kenapa bumbu pecel yang biasanya terasa gurih
dan legit mendadak jadi hambar. Tak seperti biasanya.
“Bukannya kemarin sudah rapat?” tanya istriku
lagi.
Uhk. Aku hampir tersedak. Aku lupa kemarin
saat diminta menjemput Dinda, anak bungsu kami, aku menolak dengan alasan ada
rapat.
“Ya namanya juga pekerjaan kantor harus
hati-hati.” Kataku sambil meneguk air putih.
Ruangan ber-AC ini mendadak jadi terasa panas.
Keringat menetes dari dahiku. Kuambil selembar tisu dan kuusap. Ssssh, aku mendesis. Berpura-pura kepedasan
agar istriku tak mencurigaiku yang tiba-tiba berkeringat pagi-pagi.
“Jadi bunda sama siapa dong ke supermarket?”
Tanya Niar. Kali ini ia sama sekali tak menutupi rasa kecewanya. Kulihat
wajahnya tampak kesal. Bibirnya sedikit manyun. Oh, biasanya kalau sudah
seperti ini aku akan langsung memeluknya. Membuatnya merasa nyaman dan lupa
dengan rasa marahnya. Tapi entahlah, pagi ini aku tak ingin melakukannya. Aku
malah jadi teringat wajah Dewi saat sedang merajuk. Seperti kemarin ketika aku
datang terlambat menjemputnya. Ah Dewi ...., janda awal 40 tahunan itu
benar-benar mampu merebut perhatianku.
“Yah ....” Suara Niar sedikit meninggi.
Aku tergagap.
“Besok saja ayah antar,” kataku segera
mengambil keputusan.
“Harus hari ini, Ayah. Dinda minta dibuatkan sandwich.”
Kali ini suara Niar benar-benar tegas. Aku
tahu kalau sudah begini permintaannya tak bisa ditolak. Apalagi ini untuk
kepentingan Dinda anak bungsu kami. Kesayangan kami. Aku benar-benar bingung apa yang harus
kulakukan sekarang. Tetap memenuhi janji bertemu Dewi usai pulang kantor nanti
atau mengantar Niar ke supermarket.
Aku benar-benar galau.
Nah, hanya dengan menambahkan setting TEMPAT (ruang makan
ditambah perabot yang ada, hidangan di meja), suasana, plus waktu,
dialog-dialog yang membosankan tadi jadi seru dan membuat kita bisa membayangkan
ceritanya seolah-olah jadi nyata.
Bagaimana? Beda sekali kan jadinya? Pada kutipan aslinya
pembaca sama sekali tidak diberi gambaran bagaimana ruangannya, bagaimana
suasananya, dan bagaimana gerakan tokoh-tokoh di dalamnya.
Bandingkan dengan sajian yang sudah saya benahi! Penambahan
seting tempat, waktu, dan suasana membuat cerita menjadi hidup. Imajinasi
pembaca terbawa ke sebuah ruang makan sebuah keluarga. Pembaca menjadi
seolah-olah melihat adegan nyata di hadapannya.
b.
Penulisan
Dialog
Penulisan dialog harus variatif dan pas.
Jangan sampai menuliskannya seperti naskah drama. Saya
beberapa kali menemukan penulisan dialog dalam cerpen, novel, drama, dan memoar
dengan cara yang kaku.
Contoh:
Ayah bertanya padaku, "Kapan mau
berangkat?" Aku
pun menjawab. " Nanti sore."
Jangan gitu ya nulisnya. Di
balik. Penjelasan siapa yang ngomong itu LETAKKAN di belakang sehingga menjadi:
"Kapan mau berangkat? tanya ayah.
"Nanti
sore, Yah," jawabku singkat.
Itu dari sisi penulisannya. Selain itu, tuliskan
dialog-dialog yang penting, yang memang akan sangat membantu pembaca membangun
imajinasinya untuk dapat menikmati cerita. Seringkali penulis pemula terjebak
untuk menuliskan dialog-dialog yang nggak penting. Dampaknya, cerita jadi
membosankan. Pembaca akan merasa sangat dirugikan karena membaca hal-hal yang
tak penting.
Contohnya:
“Assalamu alaikum,” seruku sambil mengetuk
pintu.
“Wa alaikum salam,” terdengar suara jawaban
dari dalam.
“Wah Andi. Silakan masuk,” kata nyonya rumah.
“Iya Bu,” jawabku.
“Mari masuk.”
“Terima kasih,” jawabku sambil masuk ke ruang
tamu.
“Dewi ada, Bu?” tanyaku setelah duduk.
“Ada. Sebentar saya panggilkan.
’”Iya Bu,”
Bayangkan Bapak Ibu. Mau baca cerita yang cuma dialog-dialog
tidak penting seperti itu?
Dialog sepanjang itu cukup diganti dengan narasi:
Dengan hati berdebar kuketuk pintu rumah Dewi.
Ternyata ibunya yang membukakan pitu. Setelah mempersilakanku masuk ke ruang
tamu, beliau memanggil Dewi dan membiarkanku sendirian menunggu di ruang tamu.
Nah, alih-alih menulis dialog yang membosankan, Bapak Ibu
dapat menulis dengan cara yang kedua. Lalu bisa mengembangkan cerita dengan
menambahkan seting tempat (keadaan ruang tamu) dan seting suasana, misal hatiku
yang jadi tak karuan.
Dengan hati berdebar kuketuk pintu rumah Dewi.
Ternyata ibunya yang membukakan pintu. Perempuan 40 tahunan itu dengan ramah
menjawab salamku. Dengan senyum yang lembut ia memipersilakanku masuk ke ruang
tamu. Kemudian ia memintaku menunggu sebentar.
"Ibu panggilkan Dewi dulu, ya Nak."
Tinggallah kini aku sendirian di ruang tamu yang mewah ini. Kursi tamu yang
terbuat dari kayu jati kualitas tinggi ini begitu serasi dengan perabot rumah
tangga yang juga terbuat dari kayu jati. Lampu kristal yang menggantung di atas
ruangan semakin mempertegas selera pemilik rumah ini. Ah, tiba-tiba aku merasa
kecil sekali. Betapa jauhnya perbedaan antara ruang tamu ini dengan rumahku
yang luasnya mungkin tak sampai setengahnya.
c.
Tindakan.
Seringkali penulis lupa menyertakan tindakan
dalam penulisan dialog.
Ini adalah contoh dialog yang tidak disertai tindakan. Coba
bayangkan, dalam kehidupan sehari-hari apa ya ada orang berdialog, berbincang-bincang
tanpa tindakan sama sekali.
Apa sih tindakan itu? Tindakan itu ya apa-apa yang dilakukan
oleh tokoh. Namun, tidak hanya saat narasi, dalam dialog pun seringkali HARUS
kita sertakan dialog agar lebih wow.
Misal:
"Apa?" Teriaknya sambil menggebrak
meja. Kami semua terdiam. Beberapa temanku malah ada yang menunduk. Kulihat
kaki Santi genetar hebat.
"Maaf," kataku sambil mengangkat
telunjuk, "masalahnya kami diperintah sama nyonya," kataku sambil
tetap menunduk.
Kalau hanya ditulis:
"Apa" tanyanya.
"Maaf, masalahnya kami diperintah sama
nyonya,"
Gak seru! Pembaca gak ikut
tegang. Maka, sebaiknyalah penulis membayangkan, saat seseorang berdialog
seperti itu apa yang ia lakukan.
3. PENOKOHAN.
Secara umum kita dapat
menggambarkan watak tokoh sama persis dengan cara kita dalam kehidupan sehari-hari.
Misal menggambarkan orang rajin. Tak cukup kita tulis:
Ali orang yang rajin.
Itu berlaku kalau dalam
cerita anak
TANYA
JAWAB:
1.
Sekarang lagi musim pentigrap cerpen tiga paragraph.
Bagaimana sistematika pentigrap?
Permulaan paragraf pertama
pentigraf dapat memakai pengenalan tokoh dan konfliknya. Anda dapat memasukkan
unsur seting di situ bila perlu. Lantas, pada paragraf kedua buatlah cerita
maju dengan memasukkan unsur argumen. Sedangkan sebagai penutup, tampilkan
resolusi.
2.
Terkadang dalam satu paragraf dialog terdapat
dua potongan dialog, apakah ini boleh?
Pada prinsipnya, satu
dialog adalah satu ide pokok ketika diucapkan oleh SATU TOKOH. Ketika ganti
dialog tokoh lain, ya harus ganti paragraf. Namun, seringkali, kita menulis
dialog seseorang yang panjang. Agar dialog tersebut tidak membosankan maka
perlu kita beri tambahan tindakan. Biar lebih dramatis.
Contoh:
"Rencananya aku akan berangkat lusa. Itu
pun kalau aku dapat pinjaman uang."
Kalimat ini bisa kita buat lebih dramatis
menjadi:
"Rencananya aku akan berangkat
lusa." Kutarik napas panjang berharap ia akan mengerti bahwa aku sedang
benar-benar bingung," Itu pun kalau aku dapat pinjaman uang."
Rasanya jadi beda kan?
3.
Apa yg membedakan potongan dialog yang
disertai keterangan setelah tanda petikan dengan yang tanpa keterangan?
Yang membedakan itu adalah DRAMATISASINYA.
Jadi saat membuat dialog ini sambil dibayangkan, bagaimana kalau kita
mengucapkan dalam dunia nyata. Bila memang setelah kita ngomong langsung
dibalas oleh lawan bicara kita ya tidak perlu ditambahi tindakan.
4.
Bagaimana cara penulisan kalau si tokoh
berbicara kemudian terhenti sejenak kemudian berbicara kembali?
Pemberian variasi tindakan
atau tambahan seting dilakukan bila dalam percakapan real, itulah yang akan
terjadi dan untuk alasan dramatisasi.
5.
Bagaimana cara memilih judul untuk cover buku kumpulan cerpen
apabila dalam cerpen-cerpen yg kita tulis temanya berbeda-beda?
Apabila cerpennya
beda-beda, saran saya ambil saja judul cerpen terbaik. Kalau tema sama kita
bisa membuat judul berdasar tema.
6.
Boleh tidak dalam dialog cerpen menggunakan
bahasa daerah yang tidak baku? Misalnya "Emang gue pikirin..." atau
yang lainnya?
Untuk DIALOG penggunaan
bahasa daerah/asing sah-sah saja asal gak semua ya. Melelahkan pembaca. Kalau
di narasi, saat menggunakan bahasa asing atau daerah baru dicetak miring.
Dialog itu harus diupayakan
sesuai real. Misal, saat saya mengedit novel atau dialog yang menggunakan kata
JAM:
"Aku berangkat jam 2 siang nanti."
Saya lebih memilih
membiarkannya. Mengapa? Dalam kehidupan nyata, dialog sehari-hari, bukankah
orang memang menggunakan kata jam, bukan pukul? Kalau suasana dialognya resmi
baru orang pakai pukul.
7.
Bagaimana menggunakan ide dalam menuliskan
novel sehingga ceritanya bisa bersambung dalam alur cerita?
Sejak awal pastikan bahwa
setiap peristiwa akan ada hubungan sebab akibatnya. Peristiwa besar yang
terjadi kemudian bisa jadi diawali hal besar. Selain itu, harus jelas hubungan
peran antara tokoh dalam ceritanya.
8.
Apa langkah awal dalam penulisan novel atau
cerpen? Apakah dengan menentukan tokoh dan karakter? Atau membuat alur cerita?
Atau menuliskan pesan yang akan disampaikan.
Saran saya mulailah dari
sesuatu yang membuat orang tertarik. Perbanyak nonton film dan baca.
9.
Jika kita akan menulis novel dengan
pengalaman hidup sendiri, bagaimana dalam memilih tema dan topiknya?
Pastikan dulu, mau nulis MEMOAR,
Biografi, apa novel.
10. Bagaimana
supaya tidak terkena jebakan minimal halaman?
a. Tulis
saja ide dengan mengalir semampunya. Ketika naskah sudah jadi (draft/hasil
tulisan pertama), kita dapat menambahkan tindakan, seting. Cerita yang berupa
dialog-dialog saja maka cerita akan cepat selesai.
b. Kembangkan
dengan pengembangan watak.
Misal:
Edi ingin mengenalkan Bu Nur kepada Pipit. Bu
Nur ini orang yang bijak, pasti Pipit akan senang berkenalan dengan Bu Nur. Kalau
misal kita hanya ngomong Bu Nur orang yang bijak, itu akan pendek sekali.
Kita bisa menuliskan
begini:
Edi ingin memperkenalkan Pipit pada Bu Nur. Bu
Nur adalah sosok perempuan berusia sekitar setengah abad. Dari tampilannya, dia
adalah seorang muslimah yang taat. Dia memakai jilbab dan selalu berbicara
dengan bahasa yang halus. Tatapan matanya juga teduh. Setiap kali
teman-temannya punya masalah, dia selalu dijadikan tempat bertanya. Bahkan, Edi
tak terhitung berapakali dia berkonsultasi saat menghadapi permasalahan di
tempat kerjanya. Karena itulah, Edi yakin bahwa Bu Nur adalah sosok yang tepat
bagi Pipit untuk memecahkan permasalahanannya.
Nah, lihat, kata sifatnya
Bu Nur bijak tadi diperpanjang dengan pandangan orang lain terhadap Bu Nur. Ini
baru satu cara saja menggambarkan sikap Bu Nur. Sikap Bu Nur yang bijak digambarkan
dengan pandangan si Edi.
Namun, kita juga bisa
membuat gambaran watak tokoh dengan menggambarkan seting tempatnya.
Misal:
Edi sosok pria yang sembrono. Hal itu membuat
pasangannya sering marah-marah.
Kata sembrono akan
diperluas menjadi satu paragraf.
Sikap Edi seringkali membuat pasangannya
marah-marah. Bayangkan, dia pernah berjanji, dia akan menjemput kekasihnya
pukul 10.00 pagi. Makanya, Si Arini sudah sejak jam setengah 10.00 sudah
menunggu di tempat yang dijanjikan. Namun, sampai jam 10.00, Edi tak muncul
juga. Tak hanya itu. Telepon tidak. SMS
tidak. Arini meneleponnya berulang-ulang. Apa yang terjadi. Sampai akhirnya
kemudian Arini pulang. Ternyata, Edi lupa dengan janjinya. Dan bahkan yang
lebih parah lagi, dia lupa meletakkan dimana HP-nya. Baru keesokan harinya, dia
menemukan HP-nya dan dia minta maaf pada Arini. Pernah juga, Edi meninggal
janji pada pimpinannya untuk menyelesaikan tugas dan tugas itu harus
dipresentasikan dari pimpinan dari pusat. Ternyata, apa, Edi lupa bahwa hari
itu dia harus bertemua. Dia malah pergi keluar kota. Sikap sembrono Edi itulah
yang membuat teman-temannya, terutama pasangannya tidak suka.
c. Memperjelas seting tempat dengan detail.
Misal:
Pipit mengajak Edy dan Sofi makan malam di
rumah makan Nikmat. Mereka makan malam sambil berbincang-bincang.
Rumah makan nikmatnya
didetailkan ya, dari mejanya, seragam pegawainya, cara pegawainya menyajikan
makanan, menu makanannya, musiknya, lampunya. Cara itu sudah bisa nambah dua
paragraf.
Bahkan
semisal nanti Sofi bilang:
"Waaah ikan gorengnya
kriuk banget."
Bisa saja
ditambah begini.
Mendengar kalimat spontan Sofi, Edi langsung
terbayang anak pertamanya yang sangat doyan ikan goreng. Sikap Sofi barusan
persis seperti cara anaknya saat ketemu makanan kesukaannya
10. Bagaimana
membuat kalimat pembuka yg membuat pembaca tertarik sampai ingin terus menerus
membaca hingga habis?
Usahakan
pembaca tergoda membaca novel kita dari awal. Ada beberapa cara antara lain:
a.
Mulai
menampilkan cerpen atau novel kita pada bagian-bagian yang menarik dan wow
(kalau dalam film dikenal dengan istilah trailer).
Munculkan bagian yang menarik dan menggoda. Bukan dimulai dengan:
Pada suatu hari di sebuah desa…noooooo. Itu akan sangat membosankan sekali, itu gaya
lama.
Gaya sekarang adalah
dimulai dengan adanya percikan-percikan konflik. Jadi orang membaca sudah
tertarik.
b.
Tampilkan
sesuatu pernyataan sikap yang beda dengan pandangan orang lain.
Misal:
Pada novel SERIBU MUSIM MERINDUIMU.
Sejak awal sudah ada cerita bahwa si tokoh aku mencintai seorang laki-laki yang
sudah punya suami. Dan tokoh itu tidak merasa bersalah, dia kukuh. Jadi kita
akan membuat pembaca langsung marah, empati, atau suka. Atau kalau mau sejak di
awal ditampilkan tokoh cantik banget atau menderita banget. Jadi langsung ambil
hatinya, jangan lamban. Novel-novel yang melelahkan adalah novel yang lamban
akan membuat orang capek. Atau kalau memang maunya main kekuatan seting seperti
novel-novel Andrea Hirarata seperti novel LASKAR PELANGI kuatnya ada di seting,
seting tempatnya, seting tanamannya, seting masyarakatnya. Silakan, karena itu
ada pembaca sendiri. Banyak pembaca yang punya model-model kesukaan seperti
itu. Jadi memang agak ribet, tidak bisa kita pilihan A, B, atau C karena
tergantung sasaran baca yang akan kita tembak.
Contoh:
a.
Novel ibu-ibu
atau untuk perempuan: tampilkan hal-hal yang penuh
perasaan dan romantis di awal.
b.
Novel horor,
tampilkan di awal sudah ada ketegangan-ketegangan.
11. Bagaimana
dalam dialog yang ada jeda kemudian bersambung lagi dialog oleh tokoh yg sama
supaya ceritanya hidup?
Penokohan
dari keterangan tempat, misalnya:
Ada siswa SMA
yang sering tidak masuk sekolah. Kemudian wali kelasnya datang ke rumah
kemudian menanyakan apa yang terjadi pada Edi yang sering tidak masuk sekolah.
Ibunya hanya menangis.
Dia kemudian
berkata, “Ayo Bu, saya ajak Ibu. Saya tunjukkan kamar Edi.” Kemudian dia
mengajak ke kamar Edi. Di kamar Edi ditemukan beberapa celana Edi tergelak di
atas Kasur dan berbau. Di kolong Kasur ada kaos kaki yang sudah
menggulung-gulung. Buku-bukunya berserakan di meja. Di dinding-dinding
tertempel poster-poster penyanyi musik cadas yang rambutnya panjang. Ada juga
poster yang bergambar minuman keras.
Ibunya hanya
berkata, “Ya, beginilah Bu, Edi. Saya bisa bagaimana? Sudah berulangkali saya
nasehati dia, tapi saya tidak sanggup, Bu. Maafkan saya.”
Sekarang Bapak
Ibu bisa menyimpulkan bagaimana watak Edi dilihat dari gambaran seting
tempatnya.
12. Bagaimana
dalam dialog yang ada jeda kemudian bersambung lagi dialog oleh tokoh yang sama
supaya ceritanya hidup?
Misal
ada anak dan ibu kemudian ibunya mengingatkan anaknya untuk mengerjakan PR.
Misal nama anaknya Pipit.
“Pit, sudah
mengerjakan PR?” tanya ibu. Pipit tak menjawab, dia hanya diam saja.
“Lho, ditanya kok
gak menjawab. PR-nya sudah dikerjakan belum?” tanya ibu dengan suara yang
semakin meninggi.
“Nanti aja,”
jawab Pipit tanpa menoleh.
“Lho, sekarang,
nanti waktunya habis. Itu kan waktunya tugas daringmu dari jam 8 sampai jam 3
sore. Ini sudah hampir jam 3 lho,” kata ibu lagi sambil mematikan TV yang
sedang ditonton oleh Pipit.
“Ayo, segera.
Mana yang kamu belum bisa?” tanya ibu sedikit emosi.
13. Bagaimana
menghadirkan beberapa tokoh yg berbeda sehingga dialog terasa hidup. Tokoh tidak
hanya dialog berdua saja tetapi ada tokoh-tokoh yang dihadirkan dan hidup
karakternya?
Contoh:
“Sudah jam lima, sebentar lagi kereta tiba,”
kata Dewi tanpa menutupi rasa cemas yang tampak jelas di wajahnya.
“Iya, kan masih
15 menit lagi. Sabar kenapa?” sahut Edy sambil tetap melanjutkan makan kacang
goreng.
“Hhhhh,” dengus
Dewi. “Lima belas menit itu singkat. Kita belum check inn lagi. Din, tolong dong ditelpon lagi.”
“Telpon aja
sendiri. Nanggung nih,” jawab Dini sambil terus main game di HP-nya.
“Gimana sih
kalian ini? Kok gak ada yang peduli. Kalau gini caranya aku masuk duluan.
Biarin saja Anita gak jadi berangkat.” Dengan tak sabar Dewi menyeret kopernya
menuju meja check inn.
Tanpa banyak kata
Edy langsung mengikuti langkah Dewi. Dini hanya mengangkat bahu sambil menengok
ke arah pintu kedatangan. Dari jauh ia melihat Anita berjalan tergopoh-gopoh.
Sambil
melambaikan tangannya, ia menarik kopernya, mengikuti jejak Dewi dan Edy.
Ada
lima orang. Wataknya beda-beda. Kita bisa menggambarkan watak tokohnya dari
dialog dan tindakan yang menyertai dialognya. Jadi bukan sekadar dialog dengan
penjelasan kata si A, jawab si B, sahut si C. Itu GARING banget
14. Terkadang dalam mngembangkn ide tulisan, di
tengah jalan kita mendapat imajinasi baru yg bisa menambah alur cerita sehingga
mempengaruhi alur cerita sebelumnya. Yang jadi pertanyaan, sejauh mn kita
mengskomodasi imsjinasi baru itu agar tulisan kita tetap bisa selesai dalam
waktu yang telah kita rencankan
Jangan terlalu bebas, kalau naskah kita
sendiri, tidak terikat kontrak atau dinas. Lebih baik memuaskan imajinasi jika
membuat novel. Istilahnya, kalau belum maksimal sedihnya, mana mungkin pembaca
akan terlarut sedih dalam cerita kita. Kalau belum menyakiti tokoh dengan
sangat sakit, dengan sangat kejam, bagaimana pembaca akan marah pada tokoh ktia.
Sebaiknya untuk penulis pemula, taatlah pada outline. Bila tidak percayalah 80%
novel Anda sulit jadi karena imajinasi kita akan berkembang terus ketika kita
sudah masuk dunia kepenulisan.
NOTE:
Tidak setiap karya yang bagus rejeki diiringi
uangnya yang bagus juga. Banyak sekali buku-buku karya sastrawan secara sastra,
tetapi laris manis dari segi keuangannya tidak selaris manis novel-novel
popular lainnya. Semua itu tergantung pada selera pasar. Kalau mau menulis yang
aman kita harus menentukan pangsa pasar kita. Tapi pesan saya menulislah dengan
gaya gue sehingga orang tahu persis. Masing-masing orang punya gaya sendiri, berangkat
dari pengalaman hidup jadikan seting, gambaran cerita, tambahannya tapi alur
cerita tetap harus fiksi.
Komentar
Masya Allah Tabarakallah
Hebat banget
Tulisannya sangat informatif
Makasih Mas Bagus Anak Hebatku dari Tembilahan